Masjid Agung Xian merupakan masjid
peninggalan dinasti awal Cina yang terbesar dan salah satu contoh terbaik untuk
preseden masjid pada zamannya. Masjid ini disebut Masjid Agung Xian (The Great Mosque Xian), seperti nama
kota tempat masjid tersebut berada, kota Xian. Masjid ini sering juga disebut Mosque Hua Jane Lane seperti nama lokasi
masjid yaitu di Jalan Hua Jane Lane, 1 blok dari Drum Tower yang merupakan pusat kota. Selain itu, terkadang masjid
ini disebut pula Dong Da atau Hua Chi Ki yang berarti kesadaran. Pertama
kali ditemukan tahun 792 saat masa Dinasti Tang, sekitar 100 tahun dari masa
wafatnya Muhammad SAW. Pada tahun 1392 saat 25 tahun kejayaan Dinasti Ming
mulai dibangun layout site plan
seperti sekarang. Masjid Agung Xian ditemukan oleh Haji Cheng Ho, seorang anak
dari keluarga Muslim terpandang di China dan merupakan pelaut ulung yang populer
hingga kini.Sementara itu, penulis tidak menemukan bukti tertulis mengenai
siapa yang membangun bangunan tersebut. Masjid ini direnovasi dari abad ke 14
hingga 17 masehi selama beberapa kali, pada Dinasti Song, Yuan dan Ching.
Masjid ini lahannya berukuran 245
meter pada sisi panjangnya dan mempunyai lebar 47 meter. Sementara itu, area
yang berdinding mencapai 12.000 m2 . Dari sisi utara hingga barat
masjid, terdapat jiao-fangs sehingga
membuat lokasi ini merupakan tempat yang ideal untuk bangunan masjid.
Layout lahan tipikal courtyard khas Cina dengan lima courtyard
pada sepanjang sumbu aksis. Pintu masuk utama, yang menghadap utara-selatan
memberi akses untuk masuk ke dalam courtyard pertama. Setiap courtyard
mempunyai pusat perhatiannya masing-masing berupa pailou, paviliun, screen wall,ruang shalat dan
bukit buatan.
Pada courtyard pertama, dinding courtyard
dibangun dengan menggunakan tanah dan batu bata. Dinding yang menjadi pusat
dilapisi dengan pola floral. Sebagai pusat dari courtyard pertama ini, terdapat pailou
dari kayu dengan tinggi 9 meter yang mempunyai empat kolom untuk menahan
atapnya yang berstruktur buttress,
kesemuanya terbuat dari kayu. Pada ruang di bagian barat courtyard ini, berdiri
bangunan yang disebut Unmached Pavilion
dengan nama lain Yizhen Pavilion di tengahnya. Paviliun ini digunakan sebagai lecture
hall. Interiornya dihiasi dengan banyak motif floral, sementara pada bagian
atapnya, terdapat sclupture naga dan bunga.Pada kompeks masjid di Cina, termasuk Great Mosque Xian,
sclupture hanya terdapat pada atap, tidak seperti bangunan kuil Budha
yang penuh dengan sclupture pada jalan dan gerbang masuknya.
Pada
court kedua, terdapat pusat court berupa pailou yang terbuat dari
batu. Gerbang pailou ini terdiri dari tiga gerbang. Gerbang tengahnya
paling tinggi dan besar, diapit oleh dua gerbang yang lebih kecil. Pada gerbang
tengah, atapnya, seperti pailou pertama, terdapat pula sclupture naga dan
motif floral, sementara di bawah atapnya, ada tulisan huruf Cina.
Pada
courtyard ke-3, terdapat salah satu bangunan utama dari kompleks masjid
yaitu Paviliun Introspeksi (Xing Xin Ting) atau disebut juga Menara
untuk Melihat Hati (Sheng Xin Lou). Bangunan ini berdenah oktagonal,
berlantai dua, dengan atap pada tiap lantai dan satu atap yang paling atas, berbentuk
piramida, melancip, menjadikan bangunan ini yang tertinggi di kompleks Masjid
Agung Xian. Xing Xin Ting berfungsi sebagai minaret dengan bangke
tower, paviliun tempat melihat bulan, berada di bagian atas bangunan.
Kuncup atapnya berdekorasi keramik biru dan kepala naga, sementara dougong
terlihat di bawah kuncup atap. Pada interiornya, terlihat struktur atap caissons
yang penuh oleh dekorasi bunga lotus. Di sepanjang sisi utara & selatan
court ke-3, terdapat ruang perpustakaan dan ruang tempat imam yang pada partisi
kayunya terdapat dekorasi ukiran bunga krisantium dan lotus. Selain Paviliun introspeksi, terdapat paviliun Qing Xiu Dian, tempat
bermeditasi.
Dari courtyard ke-3, untuk memasuki court
4 pengunjung masjid melewati tiga gerbang dari marmer dengan pintu kayu. Saat
memasukinya, pengunjung disambut oleh Phoenix
Pavilion (Feng Hua Ting) yang dibangun saat Dinasti Qing. Di sekitar Paviliun Pheonix
terdapat dua kolam kecil dengan air mancur, pada aksis pusat, jika diteruskan,
terdapat Cloud Gateways yaitu gerbang
batu dan Moon Platform , teras dengan
lantai marmer,yang mengarahkan kita menuju ruang shalat yang berada pada ujung courtyard ke-4.
Ruang shalat merupakan
bangunan utama pada kompeks Masjid Agung Xian. Bangunan ini mempunyai luas
1,270 m2, jika digabung
dengan Moon Platform, berkapasitas 200 orang,diatapi dengan
atap tunggal yang terdiri dari tiga segmen, hipped
roof. Tinggi atap proporsional dengan kedalaman ruang, mengitkuti tradisi
suku Hui. Plafon interiornya memakai panel datar polychrome dengan dekorasi motif floral dan ditopang dengan dougong
brackets. Kolom-kolomnya besar,
berbentuk silindris dan berwarna merah, seperti dindingnya. Pada sisi paling
barat ruang shalat terdapat dua skylight, pointed arch setinggi dua
meter berwarna merah kecoklatan bergaya Asia Tengah dan kanopi style
China yang didekorasi dengan ukiran arabesque dan kaligrafi. Pada mihrab
terdapat tulisan Arab dengan pengaruh kaligrafi Cina.
Selanjutnya, dari pendeskripsian
kompleks Masjid Agung Xian, akan dikaitkan elemen-elemen yang terdapat pada
bangunan dengan teori mengenai arsitektur Islam yang elah didapatkan dari
kuliah Arsitektur Islam semester genap.
Berdasarkan pandangan Islam terhadap
alam, alam merupakan milik dan ciptaan Tuhan. Ia mencipta dengan teratur,
seimbang dan sempurna seperti pada Al Quran surat Al ‘Ala ayat 1-3: “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi.
Yang menciptakan, lalu menyempurnakan. Yang menentukan kadar dan memberi
petunjuk”.
Alam juga merupakan kosmos, selaras,
seimbang, serasi, harmoni dan indah menurut Al Quran surat Al An’am, Ali Imran:
190-191. Sementara dari surat Luqman ayat 20, alam ada untuk diketahui dan
dimanfaatkan manusia, namun pemanfaatan alam harus dengan tanggung jawab,
bertindak secara moral dan mengikuti aturan.1
Seperti pada tipikal arsitektur tradisional
Cina, Masjid Agung Xian mempresentasikan keindahan pola simetris, baik dari
lahannya secara keseluruhan yang sisi baratnya terlihat seperti cermin dari
sisi timurnya, dan sebaliknya. Walaupun sebenarnya, mereka serupa tapi tak
sama. Pada ruangan-ruangan yang terdapat sepanjang sisi barat dan timur,
sekat-sekatnya agak berbeda, namun masih terlihat sebagai satu kesatuan
menggunakan prinsip seimbang dan teratur. Tidak hanya lahan, bangunan yang terletak
di sumbu aksis pun merupakan bangunan yang simetris, selaras dengan pandangan
Islam terhadap alam. Karena pada kenyataannya, kompleks Masjid Agung Xian juga
merupakan alam buatan manusia. Detail-detail yang terdapat pada seluruh
bangunan pada kompleks masjid seperti pada ujung atap, plafon, mihrab dan pintu
ruang shalat, pailou, dinding gerbang,
dll adalah perwujudan dari keserasian, harmonis dan keindahan seperti yang
disebut pada surat Al An’am. Pada kompleks masjid tersebut, alam dimanfaatkan
dengan baik untuk menciptakan ruang-ruang yang nyaman untuk berkegiatan dalam
hal ini beribadah kepada Allah SWT. Hal ini terbukti dengan banyaknya taman
yang terdapat pada Masjid Agung Xian, seperti taman pada courtyard ke-2, taman dengan kolam air mancur di sekitar Paviliun
Phoenix pada courtyard 4, dan rimbunnya
pepohonan yang tersebar di banyak tempat pada kompleks masjid. Maka terbukti
bahwa desain Masjid Agung Xian sejalan dengan Al Quran sebagai pedoman hidup
umat muslim, dilihat dari alamnya.
Menurut Hasan Fathy, seorang arsitek
muslim Mesir yang menulis buku “Architecture for The Poor”, Islam tidak melawan
formal alam & tidak menyingkirkan pertimbangan spekulatif terhadap
prinsip-prinsip kreasi. Arsitektur tidak boleh meletakkan bangunan di ruang
angkasa, tetapi bangunan yang Islami akan menyelaraskan pada lingkungan, baik
lingkungan alami (langsung oleh Tuhan) maupun lingkungan buatan manusia.1
Maksudnya, Islam sangat sejalan dengan alam dengan mengedepankan kreativitas.
Arsitektur Islami yang baik akan berusaha untuk selaras dengan lingkungan
dimana arsitektur tersebut berada.Kompleks Masjid Xian seperti telah disinggung
sebelumnya, merupakan arsitektur yang menyelaraskan pada lingkungan buatan
tanpa melawan formal alam dan tetap menganggap penting keindahan detail.
Sementara itu, Gulzar Haider,
professor dalam bidang arsitektur di Ottawa, Canada menyimpulkan bahwa
prinsip-prinsip rancangan yang menyatukan cita-cita lingkungan Islam dapat
dilihat dari tiga nilai; pengertian lingkungan, kepaduan morfologis dan
kejelasan simbolis.1 Dari teori tersebut, dapat dilihat bahwa jika
kita ingin mengetahui apakah suatu karya arsitektur sesuai dengan prinsip untuk
mempersatukan semangat keIslaman pada sebuah lingkungan Islam atau tidak, maka
kita akan merujuk kepada tiga nilai tersebut.
Nilai pertama, rancangan lingkungan Islam
harus berfungsi sebagai penghargaan pada topografi alam. Rancangan tidak boleh
menjauhkan jiwa dengan pemahaman alam.1 Maksudnya, desain arsitektur Islam harus
dekat dengan alam, bukan malah menjauhkan manusia dari alam. Pada moon
platform, teras yang luas yang dilewati sebelum pengunjung memasuki ruang
shalat, pengunjung bisa menikmati udara terbuka yang segar dan melihat view berupa
paviliun dengan tumbuh-tumbuhan di sekelilingnya. Contoh lain yang mengungkap
kompleks ini dapat memenuhi nilai pertama adalah adanya dua bukit pada
courtyard ke 5 untuk melihat bulan purnama saat upacara tradisi.
Nilai kedua, keterpaduan morfologis,
merupakan kepekaan terhadap ukuran, skala, mutu dan penghargaan terhadap skala
manusia.1 Desain arsitektur Islam mestinya mempunyai skala yang
manusiawi, tidak terlalu megah maupun terlalu sempit. Kompleks Masjid Xian mempunyai
skala yang sangat manusiawi. Kompleks itu memang dirancang agar manusia bisa
nyaman berjalan di sana, bukan jalan kendaraan atau jalan hewan pengangkut,
sehingga pepohonan di kompleks tersebut dirancang tingginya sesuai dengan skala
manusia.
Nilai ketiga, kejelasan simbolik
adalah penghargaan terhadap tradisi, budaya, metafora, kiasan, simbol-simbol
yang tanpanya arsitektur Islam tidak dapat mendorong pengungkapan ciri dan
identitas yang tidak berbahaya.1 Dalam dekorasi pada detail Masjid
Xian, jarang ditemukan ukiran makhluk hidup, lokasinya pun terbatas dan tidak
terlalu terlihat jika ada, seperti kepala naga pada atap . Pengurangan dekorasi
makhluk hidup ini dilakukan karena agama Islam tidak membenarkan adanya
perwujudan/ tiruan makhluk hidup yang sengaja dibuat. Maka, bentuk dekorasi
yang banyak terdapat pada masjid in adalah motif floral, ukiran kaligrafi dan
permainan warna. Dekorasi yang masih sesuai syariat dihargai di masjid ini
sebagai penghargaan atas budaya dan tradisi Cina tradisional yang sarat dengan
simbol-simbol yang dalam bangunan sering diterjemahkan menjadi unsur dekoratif bangunan.
Secara umum, masjid ini sesuai dengan
teori- teori baik dari Al Quran dan hadits maupun dari para ahli arsitektur
Islam. Yang kurang sesuai hanya masih terdapatnya ornamen makhluk hidup berupa
naga, tetapi tempatnya cukup tersembunyi jika kita sedang berjalan di
sekelilingnya, yaitu di atas atap. Prinsip keseimbangan dan keteraturan
terhadap alam yang menjadi patokan dalam mendesain bangunan tradisional Cina
ternyata sangat sesuai dengan prinsip-prinsip dalam ajaran agama Islam.
Referensi
Fernandez, Antonio et. al., The Mosque: History Architectural
Development & Regional Diversity, Thames & Hudson, London, 1994.
Masjid:
Kejayaan Islam di Seluruh Dunia. Merak
Home Video. Lulus sensor No.355/VCD/SU/ll.2006/2004.
www.archinet.org, diakses 23 & 28 Mei
2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar