Masjid Niu Jie
merupakan masjid terbesar dan tertua di kota Beijing, China
dengan luas 6.000 m2. Lokasi tepatnya berada di Jalan Niu Jie atau
sering disebut juga Ox Street pada
distrik Xuanwu Qu. Berdasarkan
penelusuran dari empat sumber, 3 dari
internet dan satu dari VCD masjid, Masjid ini pertama kali dibangun tahun 996
pada masa Dinasti Liao (916-1125) oleh orang Arab
bernama Nasirudin yang menjadi pegawai penting pemerintah. Masjid Niu Jie mengalami perluasan pada tahun 1427, saat masa pemerintahan
Dinasti Ming dan mengalami renovasi beberapa kali, yaitu pada 1442, 1474, 1496,
1613 dan di pertengahan abad 17.Masjid ini mengalami
pemugaran tahun 1474., Sementara itu, renovasi
belakangan juga terjadi pada tahun 1949,1955, 1979 dan 1996. Saat pemugaran
pada Dinasti Ming, masjid Niu Jie dinamai Chi Chai Shi (tempat keadilan) dan Lie Bai Si (tempat sembahyang).
Elemen-elemen utama
yang terdapat pada masjid yaitu ruang shalat, minaret
(Bangge Lou), portal dan
madrasah mengikuti karya arsitektur Cina tradisional, berada pada satu sumbu. Pada
masjid Niu Jie, sumbu utamanya mengarah dari barat ke timur. Pintu masuk masjid
berada pada sisi barat, dengan dua gerbang utama, masing-masing berada di pojok
lahan.Sementara itu, pada ruang shalat, karena kiblatnya menghadap barat, maka
akses menuju ruang shalat ada pada sisi kebalikannya, yaitu sisi timur.
Alhasil, jika pengunjung masuk melalui gerbang utama, pengunjung masjid harus
lewat di sepanjang sisi utara atau selatan ruang shalat dahulu, berputar,
menemui courtyard yang diapit oleh
ruang shalat dan minaret, lalu masuk ke dalam ruang shalat melalui entrance di sisi timur ruang shalat.
Masjid Niu Jie,
struktur utama bangunannya terbuat dari kayu. Dari sisi eksterior, terlihat
pengaruh arsitektur tradisional Cina, sementara interiornya banyak memakai
dekorasi Islam. Perpaduan antara budaya Cina dan Islam berbaur dengan baik di
masjid ini. Pada masjid tidak terdapat adanya ukiran makhluk hidup yang
biasanya banyak terdapat pada seni dekorasi Cina, untuk menghormati nilai-nilai
Islam.
Portal utama yang
diapit oleh dua pintu gerbang masuk utama bangunan, disebut Paviliun Bulan,
berdenah heksagonal, dua lantai, dan mempunyai atap piramida ganda pada bagian
atasnya. Bagian kuncup atapnya berwarna kuning, melambangkan bahwa bangunan
masjid dihormati pemerintah. Tepat di depan Paviliun Bulan, terdapat pailou ,dan screen wall berada di sisi seberangnya.
Pada area ruang shalat selebar 30 meter, pintu masuknya
membentuk portal ditempatkan pada sisi timur ruangan. Mihrab kayu dengan desain atapnya yang meninggi dan
berbentuk piramida, dihias dengan
dekorasi ukiran kaligrafi Arab pada kayunya. Dengan interior ruangan yang agak
gelap jika tidak menggunakan cahaya buatan, adanya clerestory yang memasukkan cahaya matahari ke dalam ruang shalat
membuat tempat mihrab mempunyai visual
emphasis yang kuat.
Di sebelah timur ruang shalat terdapat courtyard berskala monumental. Pada
courtyard terdapat minaret pada sumbu tengahnya dan dua paviliun yang
masing-masing terletak pada sisi barat daya dan barat laut minaret. Bangunan
yang terletak paling timur pada sumbu tengah digunakan sebagai madrasah, tempat
pendidikan Islam. Bangunan-bangunan yang ada di sekitar ruang shalat membentuk
suatu ruang baru yang membuat courtyard menjadi ruangan terdefinisi dan
menguatkan hierarki ruang shalat sebagai hierarki tertinggi pada kompleks
masjid.
Minaret di tengah courtyard
berbentuk persegi, bentuknya mirip Paviliun Bulan, sama-sama berlantai dua
dengan lantai bawah yang berat dan solid sementara lantai atas lebih ringan dan
terbuka. Kedua bangunan tersebut didekorasi dengan pola-pola berwarna cerah
pada railing, architrave dan dougong-nya. Garis atap yang ditimbulkan
dengan adanya Paviliun Bulan, ruang shalat, minaret dan madrasah yang berada
pada satu sumbu menjadikan efek dramatis pada kompleks masjid Niu Jie ini.
Kaligrafi-kaligrafi dengan warna emas, merah, hijau, biru dan ukiran bunga
teratai mendominasi pada masjid tersebut. Unsur monumentalitas, penggunaan
objek-objek sekunder untuk memperkuat karakter unsur utamanya merupakan ciri
dari masjid jenis ini.
Selain bangunan-bangunan dan courtyard, pada masjid juga terdapat makam dua orang muslim yang
dipercaya datang ke Cina untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Mereka adalah
Syekh Ahmad Albartani dari Bukhara (1280) dan Syekh Imaduddin (1283).
Desain Masjid Niu
Jie ini akan dikaitkan dengan kajian teori arsitektur Islam yang telah
dipelajari sebelumnya pada perkuliahan. Menurut teori yang dikemukakan oleh
Gulzar Haider, yang telah dibahas pada bangunan sebelumnya yaitu Masjid Agung
Xian, prinsip –prinsip rancangan yang menyatukan cita-cita lingkungan Islam
dapat dilihat pada tiga nilai. Nilai ke-1 adalah pengertian lingkungan.
Rancangan lingkungan Islam harus merupakan penghargaan terhadap topografi alam.1
Dengan adanya courtyard, yang
ruangnya terdefinisi oleh bangunan-bangunan yang mengitarinya, pada timur ruang
shalat, maka udara dapat dialirkan dengan lancar ke dalam bangunan-bangunan di
sekitar courtyard tersebut. Ini
sangat berguna, terlebih lagi pada ruang shalat yang pada waktu-waktu tertentu
ada kemungkinan untuk penuh jamaah, berdesak-desakan dan sangat memerlukan
udara segar. Adanya courtyard dapat
’memberi tahu’ angin ke arah mana ia harus memberi tanggapan.
Nilai ke-2,
kepaduan morfologis. Arsitektur Islam dapat terpadu dan menjadi satu kesatuan,
melalui pencaharian aturan fungsi, makna, simbol, geometri, gravitasi, energi,
cahaya, air dan gerakan.1 Hal ini berarti dengan meneliti, mencari
dan menemukan aturan-aturan yang arsitektural pada aspek-aspek di atas, suatu
karya arsitektur Islam bisa menjadi lebih terjalur, senada menjadi sebuah
kesatuan karya. Pengaplikasian teori tersebut pada masjid ini terlihat dari
penentuan skala sesuai dengan lokasinya. Skala pada ruang shalat dibuat intim agar
menambah kekhusyukan ibadah. Sementara pada ruang terbuka di masjid ini,
seperti courtyard, skalanya
monumental agar manusia yang berada di dalamnya dapat merasa lapang
beraktivitas dan bebas berada di ruang terbuka. Aturan lain yang terdapat pada
masjid Niu Jie adalah aturan mengenai bangunan-bangunan penting yang terletak
pada satu sumbu. Aturan sumbu ini membuat adanya garis atap/roof line yang menghubungkan
bangunan-bangunan tersebut sehingga terlihat menjadi satu kesatuan. Selain itu,
aturan sumbu juga menjadikan kompleks masjid ini menjadi simetris
utara-selatan. Jika ditelaah menurut aturan fungsi ruang shalat yang mempunyai
arah kiblat ke barat (di Cina), maka adanya pintu masuk ke ruang shalat di sisi
timur menjadi sangat logic. Yang menjadikan menarik pada desain masjid tersebut
adalah sirkulasi yang harus berbalik arah jika pengunjung dari gerbang utama
masjid ingin menuju ke ruang shalat. Desain seperti ini dapat menjadi khazanah
baru dalam berarsitektur. Keteraturan pemasukan cahaya pada bangunan masjid,
dalam hal ini, mihrab dengan adanya clerestory
juga membuat visual emphasis yang
kuat pada sisi mihrab, yang menjadi pusat pada ruang shalat ini. Cahaya yang
masuk ke dalam ruang shalat menjadi terpadu dan lebih mempunyai sisi estetis
tersendiri.
Nilai ke-3,
kejelasan simbolik adalah penghargaan terhadap tradisi, budaya, metafora,
kiasan dan simbol-simbol yang tanpanya, arsitektur Islam tidak dapat mendorong
pengungkapan ciri dan identitas yang tidak berbahaya.1 Kuncup
Paviliun Bulan yang berwarna kuning, dalam tradisi Cina memiliki simbol bahwa
masjid termasuk dalam bangunan yang dihormati kekaisaran. Tidak adanya bentuk
makhluk hidup bernyawa pada tiap sudut masjid untuk menghormati ajaran Islam
juga tidak berarti membunuh karakter budaya arsitektur tradisional Cina yang
penuh dekorasi. Dekorasi khas Cina terlihat pada detail-detail bangunan,
terutama bagian eksterior. Dou gong dengan warna berani-biru, hijau , kuning,
merah- beradu menjadi satu, sangat menonjolkan ciri arsitektur Cina yang berani,
dengan warna warna cerah. Sementara itu, tanda bahwa sudah terjadinya
percampuran antara budaya Cina dengan Islam diperlihatkan dengan dekorasi
interior ruang shalat yang sarat dengan kaligrafi Arab, bahkan pada kolomya, namun
tetap berpedoman pada tradisi Cina, memakai warna-warna berani dan penuh
dekorasi motif floral pada plafon.
Keterkaitan
antara nilai-nilai pada teori profesor Gulzar Haider dengan ciri khas Masjid
Niu Jie ini membuktikan bahwa Masjid Niu Jie termasuk salah satu bentuk
pengaplikasian arsitektur Islam yang baik di Cina.
Namun, pada
Masjid Niu Jie ada hal yang kurang sesuai dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW yakni tidak diperbolehkannya membangun bangunan di atas
sebuah makam. Pada masjid ini, makam kedua pembawa ajaran Islam ke Cina
dibangun menjadi seperti piramida berundak-undak lalu bangunan makam tersebut
dilapisi dengan menggunakan marmer. Di sekitar makamnya juga telah dilapisi
dengan keramik.
Pada umumnya,
Masjid Niu Jie merupakan perwujudan arsitektur Islam yang berhasil dan salah
satu yang terbaik pada masanya. Adanya kekurangsesuaian terhadap ajaran agama
Islam pada masjid ini terjadi karena terpengaruh oleh tradisi setempat. Islam
dikembangkan di Cina secara damai dan membutuhkan waktu untuk memisahkan
tradisi masyarakat yang kurang sesuai dengan ajaran Islam dengan masyarakat
muslim di daerah tersebut. Dan tradisi dan budaya Cina yang sejalan dengan
prinsip Islam dapat terus dilestarikan agar dapat memperkaya budaya di dunia
Islam.
Referensi
Fernandez, Antonio
et. al., The
Mosque: History Architectural Development & Regional Diversity, Thames & Hudson, London, 1994.
www.sacred-destinations.com, diakses 23 Mei
2009
www.travelchinaguide.com, diakses 23 Mei 2009
www.en.wikipedia.org, diakses 23 Mei 2009
Konsep, Gagasan, Interpretasi & Kriteria Arsitektur Islami. Bahan Materi
Kuliah AR 4231.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar