27.10.12

Taman Bermain Masa Kecil & Kesunyiannya Masa Kini



Ruang hijau di sana tak seperti yang dulu, saat 16 tahun yang lalu saat aku suka bergantian mendorong dan naik ayunan bersama teman sepermainan. Atau merasa jadi makhluk paling berani dengan memanjat permainan tangga panjat logam dan bergantung hanya dengan menumpukan berat badan pada kedua tangan-jika sudah berhasil memanjat hingga puncak. Kemudian, jika sudah lelah memanjat, berlanjut memainkan butir-butir pasir di bawah tangga, membentuknya seperi keinginanku, membuat bentuk-bentuk aneh dan berkreasi dengan butir-butir pasir. Walau sejatinya, bukan itu fungsi pasir ditempatkan di sana. Mereka ada di sana untuk mengurangi rasa sakit tubuh kecil yang terjatuh dari tangga saat menaikinya. Yah, tapi anak-anak memang selalu bertindak di luar dugaan, dan selalu perlu ‘pancingan’ untuk mengasah kreativitasnya.
.Atau , pada waktu lain, Saat sambil disuapi, aku memandang warna-warni burung-sang makhluk bersayap-yang ada dalam sangkar- di tengah taman itu, berikut mendengar suara merdu nyanyian mereka, lalu –seolah bisa- berupaya ikut meniru suara mereka dan ‘mengajari’ mereka berenandung. Ibu atau pengasuh duduk pada tempat duduk beton yang meligkari tanaman di bagian dalamnya-yang berada tidak jauh di sebelah sangkar-, sementara aku -saking terpesonanya dengan kicauan dalam sangkar- menjadi lamban mengunyah. Dengan begitu, aku punya waktu lebih lama untuk berada dalam suasana menyenangkan itu, sambil menunggu sang mentari pelan-pelan menyembunyikan dirinya lagi, ‘beristirahat’ -setelah seharian menjadi perpanjangan ‘tangan’ Tuhan dengan membagi energinya-, dengan cara yang ‘keren’, memancarkan warna kombinasi jingga, violet, merah muda campur baur jadi satu. Sungguh indah, diikuti panggilan suci dari rumah Tuhan, untuk menyudahi semua aktivitas, dan menujuNya.
Suasana seperti itu menjadi seolah menjadi ritual harianku untuk menghabiskan sore di tempat tersebut. Taman kompleks, yang berada persis di depan rumah tinggal keluargaku.
Tahun demi tahun berlalu. Dan setelah aku besar, tinggal di kota lain, dan hanya pulang pada waktu-waktu tertentu. Akhirnya aku melihat lagi ruang hijau kompleks itu dari dekat...mmm...tidak hanya melihat, tapi juga merasakan suasananya –yang bahkan aku sudah lupa kapan terakhir melakukannya-  terkejut, dan agak kecewa, sedikit. Ternyata ia telah berubah.  Taman itu sudah banyak  berubah.
Pertama-tama, saat terlihat dari sisi jalan besar, aku kira dia masih seperti yang dulu. Di pojok perempatan jalan kompleks, terdapat tiang listrik tinggi di ujung lahannya. Di bagian pojok itu pula, tak jauh dari tiang listrik, ada sekumpulan tumbuhan perdu yang berkumpul, warnanya kombinasi ungu-hijau. Mereka cukup tertata apik di posisinya, di ujung lahan. Tapi setelah diamati lebih dekat, pohon-pohon rimbun yang dulu sangat menonjol, berada mengelilingi lahan taman- berfungsi sebagai pagar-, telah berganti menjadi palem-palem yang tingginya hanya setengah dari si pohon-pohon besar dahulu, sementara batangnya sangat kurus. Pohon-pohon kekar yang dulu ditanam di sana jelas mempunyai diameter batang yang jauh lebih besar, sekitar 5-7 kali lipat dari yang sekarang. Pohon-pohon  palem tersebut diselingi tumbuhan sejenis perdu, berdaun jarang dan hanya setinggi lutut orang dewasa. Dapat masih berfungsi sebagai pembatas , namun, fungsi pohon yg lain, sebagai peneduh dan pelindung taman, mereka tak memenuhinya. Mereka lebih cocok dikatakan sebagai pembatas taman,saja. Itu pun tidak terlalu terawat sehingga tidak dapat dikatakan penambah estetika vista, layaknya penyejuk mata.
Aku berjalan berhati-hati di atas cansteen , -karena di sepanjang pinggiran taman , dari dulu hingga sekarang, tak pernah dibuat jalur pedestrian khusus, hanya dibatasi oleh cansteen-, berniat menyusuri taman hingga  salah satu kaki berhasil menginjak material beton yang menandakan jalur pedestrian untuk masuk ke dalam taman. Bentuk dan material jalur pedestriannya masih sama seperti dulu, beton?, dengan legokan-legokan bopeng di berbagai tempat tanda rusak karena air deras hujan dan terendam banjir tahunan. Benar, beberapa tahun belakangan, banjir sempat menggenanginya hampir tiap tahun. Aku paham betul, jalan tersebut bukannya tidak pernah dibetulkan, namun cuaca dan pemakaian yang terlalu keras membuat lukanya selalu  cepat tergores kembali setelah mulus. Bergerak 4 meter ke depan, berkelok ke kiri, terlihat tangga masih seperti yang dulu. Bedanya, tangga permainan tersebut tidak dimainkan oleh siapapun. Tak ada lagi yang bergelantungan atau sekedar bermain pasir di bawahnya. Taman itu tak se’hidup’ yang dulu. Berlanjut berjalan ke kiri, ada sekumpulan tumbuhan perdu  mengelilingi pohon palem di tengahnya.
Jika berjalan ke kanan, ayunan masih ada di tempatnya, namun tempat duduk melingkar dengan pohon di dalamnya serta sangkar burung sudah tiada. Digantikan dengan sekelompok perdu berwarna-warni yang sebenarnya cukup menarik, namun kurang sebanding dengan suasana yang dimunculkan sebelumnya.
Adanya bangunan kecil sebagai gerbang menuju lapangan tenis malah terlihat seperti fokus utama dari desain lansekap taman tersebut. Tidak sepantasnya, karena jika menilik latar belakang taman secara mendetail, taman kompleks tersebut berfungsi sebagai ruang terbuka hijau warga yang digunakan untuk sarana bersosialisasi antar warga dan melatih gerak dan olah raga dan keluar dari akivitas rutin sejenak. Bukan sekedar area penyambut bagi para petenis. Papan pengumuman yang baru dipasang belakangan terdapat di pojok taman  ada untuk mewadahi fungsi memasang selebaran info dan pengumuman untuk warga.
Begitulah taman ini, dengan segala perubahannya. Dari segi fasilitas hingga pengguna. Taman yang dahulu ramai oleh anak-anak kecil bermain telah berubah menjadi taman sunyi. Memang, selain disebabkan berkurangnya fasilitas taman tersebut, perubahan gaya hidup dengan semakin maraknya barang-barang elektronik di dalam rumah yang menyebabkan orang tua malas mengajak anaknya keluar untuk berjalan-jalan dan menikmati udara di taman. Namun taman tersebut tetap ada di kompleks perumahan Pondok Timur Mas di Bekasi, setia, berusaha memenuhi kebutuhan warganya akan adanya ruang terbuka hijau di tengah perumahan yang semakin padat tersebut. Karena adanya bangunan senyaman dan dengan arsitektur sebaik apapun, mereka harus diimbangi dengan ciptaan Sang Satu yang satu ini, tumbuh-tumbuhan, yang membuat kehidupan manusia menjadi lebih manusiawi.


Referensi: yuwie.com, prolandscape.com, wikipedia.org, designlandscape.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar