Ruang hijau di sana tak seperti
yang dulu, saat 16 tahun yang lalu saat aku suka bergantian mendorong dan naik
ayunan bersama teman sepermainan. Atau merasa jadi makhluk paling berani dengan
memanjat permainan tangga panjat logam dan bergantung hanya dengan menumpukan
berat badan pada kedua tangan-jika sudah berhasil memanjat hingga puncak.
Kemudian, jika sudah lelah memanjat, berlanjut memainkan butir-butir pasir di
bawah tangga, membentuknya seperi keinginanku, membuat bentuk-bentuk aneh dan
berkreasi dengan butir-butir pasir. Walau sejatinya, bukan itu fungsi pasir
ditempatkan di sana. Mereka ada di sana untuk mengurangi rasa sakit tubuh kecil
yang terjatuh dari tangga saat menaikinya. Yah, tapi anak-anak memang selalu
bertindak di luar dugaan, dan selalu perlu ‘pancingan’
untuk mengasah kreativitasnya.
.Atau , pada waktu lain, Saat
sambil disuapi, aku memandang warna-warni burung-sang makhluk bersayap-yang ada
dalam sangkar- di tengah taman itu, berikut mendengar suara merdu nyanyian
mereka, lalu –seolah bisa- berupaya ikut meniru suara mereka dan ‘mengajari’
mereka berenandung. Ibu atau pengasuh duduk pada tempat duduk beton yang
meligkari tanaman di bagian dalamnya-yang berada tidak jauh di sebelah
sangkar-, sementara aku -saking terpesonanya dengan kicauan dalam sangkar-
menjadi lamban mengunyah. Dengan begitu, aku punya waktu lebih lama untuk
berada dalam suasana menyenangkan itu, sambil menunggu sang mentari pelan-pelan
menyembunyikan dirinya lagi, ‘beristirahat’ -setelah seharian menjadi
perpanjangan ‘tangan’ Tuhan dengan membagi energinya-, dengan cara yang ‘keren’, memancarkan warna kombinasi
jingga, violet, merah muda campur baur jadi satu. Sungguh indah, diikuti
panggilan suci dari rumah Tuhan, untuk menyudahi semua aktivitas, dan
menujuNya.
Suasana seperti itu menjadi
seolah menjadi ritual harianku untuk menghabiskan sore di tempat tersebut.
Taman kompleks, yang berada persis di depan rumah tinggal keluargaku.
Tahun demi tahun berlalu. Dan
setelah aku besar, tinggal di kota lain, dan hanya pulang pada waktu-waktu
tertentu. Akhirnya aku melihat lagi ruang hijau kompleks itu dari
dekat...mmm...tidak hanya melihat, tapi juga merasakan suasananya –yang bahkan
aku sudah lupa kapan terakhir melakukannya-
terkejut, dan agak kecewa, sedikit. Ternyata ia telah berubah. Taman itu sudah banyak berubah.
Pertama-tama, saat terlihat dari
sisi jalan besar, aku kira dia masih seperti yang dulu. Di pojok perempatan
jalan kompleks, terdapat tiang listrik tinggi di ujung lahannya. Di bagian
pojok itu pula, tak jauh dari tiang listrik, ada sekumpulan tumbuhan perdu yang
berkumpul, warnanya kombinasi ungu-hijau. Mereka cukup tertata apik di
posisinya, di ujung lahan. Tapi setelah diamati lebih dekat, pohon-pohon rimbun
yang dulu sangat menonjol, berada mengelilingi lahan taman- berfungsi sebagai
pagar-, telah berganti menjadi palem-palem yang tingginya hanya setengah dari
si pohon-pohon besar dahulu, sementara batangnya sangat kurus. Pohon-pohon
kekar yang dulu ditanam di sana jelas mempunyai diameter batang yang jauh lebih
besar, sekitar 5-7 kali lipat dari yang sekarang. Pohon-pohon palem tersebut diselingi tumbuhan sejenis
perdu, berdaun jarang dan hanya setinggi lutut orang dewasa. Dapat masih
berfungsi sebagai pembatas , namun, fungsi pohon yg lain, sebagai peneduh dan
pelindung taman, mereka tak memenuhinya. Mereka lebih cocok dikatakan sebagai
pembatas taman,saja. Itu pun tidak terlalu terawat sehingga tidak dapat
dikatakan penambah estetika vista, layaknya penyejuk mata.
Aku berjalan berhati-hati di atas
cansteen , -karena di sepanjang
pinggiran taman , dari dulu hingga sekarang, tak pernah dibuat jalur pedestrian
khusus, hanya dibatasi oleh cansteen-,
berniat menyusuri taman hingga salah
satu kaki berhasil menginjak material beton yang menandakan jalur pedestrian
untuk masuk ke dalam taman. Bentuk dan material jalur pedestriannya masih sama
seperti dulu, beton?, dengan legokan-legokan bopeng di berbagai tempat tanda
rusak karena air deras hujan dan terendam banjir tahunan. Benar, beberapa tahun
belakangan, banjir sempat menggenanginya hampir tiap tahun. Aku paham betul,
jalan tersebut bukannya tidak pernah dibetulkan, namun cuaca dan pemakaian yang
terlalu keras membuat lukanya selalu
cepat tergores kembali setelah mulus. Bergerak 4 meter ke depan,
berkelok ke kiri, terlihat tangga masih seperti yang dulu. Bedanya, tangga
permainan tersebut tidak dimainkan oleh siapapun. Tak ada lagi yang
bergelantungan atau sekedar bermain pasir di bawahnya. Taman itu tak se’hidup’
yang dulu. Berlanjut berjalan ke kiri, ada sekumpulan tumbuhan perdu mengelilingi pohon palem di tengahnya.
Jika berjalan ke kanan, ayunan
masih ada di tempatnya, namun tempat duduk melingkar dengan pohon di dalamnya
serta sangkar burung sudah tiada. Digantikan dengan sekelompok perdu berwarna-warni
yang sebenarnya cukup menarik, namun kurang sebanding dengan suasana yang
dimunculkan sebelumnya.
Adanya bangunan kecil sebagai
gerbang menuju lapangan tenis malah terlihat seperti fokus utama dari desain
lansekap taman tersebut. Tidak sepantasnya, karena jika menilik latar belakang
taman secara mendetail, taman kompleks tersebut berfungsi sebagai ruang terbuka
hijau warga yang digunakan untuk sarana bersosialisasi antar warga dan melatih
gerak dan olah raga dan keluar dari akivitas rutin sejenak. Bukan sekedar area
penyambut bagi para petenis. Papan pengumuman yang baru dipasang belakangan
terdapat di pojok taman ada untuk
mewadahi fungsi memasang selebaran info dan pengumuman untuk warga.
Begitulah taman ini, dengan
segala perubahannya. Dari segi fasilitas hingga pengguna. Taman yang dahulu
ramai oleh anak-anak kecil bermain telah berubah menjadi taman sunyi. Memang,
selain disebabkan berkurangnya fasilitas taman tersebut, perubahan gaya hidup
dengan semakin maraknya barang-barang elektronik di dalam rumah yang
menyebabkan orang tua malas mengajak anaknya keluar untuk berjalan-jalan dan
menikmati udara di taman. Namun taman tersebut tetap ada di kompleks perumahan
Pondok Timur Mas di Bekasi, setia, berusaha memenuhi kebutuhan warganya akan
adanya ruang terbuka hijau di tengah perumahan yang semakin padat tersebut.
Karena adanya bangunan senyaman dan dengan arsitektur sebaik apapun, mereka
harus diimbangi dengan ciptaan Sang Satu yang satu ini, tumbuh-tumbuhan, yang
membuat kehidupan manusia menjadi lebih manusiawi.
Referensi: yuwie.com,
prolandscape.com, wikipedia.org, designlandscape.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar