27.10.12

Semangat Taman Bali Mungil di Rumah Kos Jalan Sangkuriang




Kali ini, seperti biasanya, saya turun dari angkutan berwarna ungu. Setelah membayar ongkos, menapaki jalan kecil hingga sampai pada sebuah rumah di pojok- biasa disebut tusuk sate- di sebelah toko kelontong. Sampai pada pagar yang tingginya sekitar duapertiga meter lebihnya dari tinggi badan saya, saya membuka pintu pagar besar tersebut, yang sebenarnya terlalu besar untuk pagar pedestrian. Ini pagar mobil sejati. Untung saja pagar tersebut bermotif floral dengan bahan metal yang tipis sehingga agak terkesan ringan. Di dalam pagar, di sebelah kanan dapat dilihat pot-pot tanaman yang cukup besar berisi tanaman-tanaman. Terkadang bosan juga melihat tanaman-tanaman dengan potnya yang hitam monoton itu ada di sana. Kabar agak baiknya, kadang-kadang tanaman itu diganti dengan tanaman-tanaman baru. Hanya saja ini berlangsung kira-kira satu tahun -pot sekali. Di sebelah kiri, ada pot-pot tanaman yang lebih banyak, namun pot-pot tersebut jauh lebih kecil dengan tanaman-tanaman perdu beraneka ragam. Entah apa saja namanya. Jika diteliti lebih lanjut, di balik pot-pot kecil tersebut sebenarnya terdapat kolam kecil. Tapi sayang, agaknya pengurus kos terlampau sibuk sehingga kolam tersebut sudah berwarna kecoklatan dan bahkan sedikit berlumut. Aromanya pun sebenarnya tidak sedap. Sejenak saya berpikir, bahaya juga mempunyai kolam tak terawat seperti itu di kala musim hujan. Nyamuk-nyamuk aedes aegpty bisa jadi senang bertelur di dalamnya. Sungguh membawa bibit penyakit.
Lalu saya meneruskan berjalan ke depan sambil menunduk, menatap lantai berupa batu-batu koral yang dipadukan dengan keramik yang membentuk pola bunga. Di kanan kiri ada dinding batu bata yang seolah menyambut kedatangan saya. Pada dinding sebelah kanan menempel kursi-kursi rotan yang telah usang dimakan waktu, tetapi masih kokoh. Kursi-kursi tersebut sering digunakanduduk-duduk bagi tamu yang datang. Sementara pada dinding sebelah kiri menempel sebuah teras dengan kolom-kolomnya yang terdapat ukiran-ukiran motif floral dan sepasang patung kecil yang berada diantara pintu. Ya, dinding tersebut memang berpintu. Di dalamnya ada tempat istirahat pemilik kos jika sewaktu-waktu sedang berkunjung. Kesatuan kolom ukir floral, lantai, pagar, bahkan railing (di lantai 2 & 3) dengan motif senada, patung dan dinding bata merah, mengingatkan saya pada sebuah gaya arsitektur nusantara. Elemen-elemen tersebut sering terdapat pada taman dan rumah khas Bali. Ternyata sang ibu pemilik kos yang berasal dari Minang itu menyukai seni arsitektur Bali.
Sebenarnya kita bisa merasa nyaman berada di teras tersebut sebab di lantai 2 dari teras tersebut terdapat kamar. Hal tersebut membuat kita dapat merasakan skala intim dari ruang semi luar yang terdefinisi dari dinding bata dan plafon yang menempel pada lantai 2. Ruang ini sangat baik untuk bangunan yang berada di iklim tropis karena kita dapat merasakan semilirnya angin dan sekaligus terlindungi dari panas maupun hujan. Memang terkadang terkena tampias jika hujannya lebat, namun tak seberapa berarti. Jika berjalan lurus lagi, lantai hardscape telah berbeda dari sebelumnya, digunakan sebagai tempat parkir berada di tengah, diantara bangunan. Di sebelah kanan terdapat ruangan yang tidak terdefinisi. Ruang tersebut seperti bagian dari halaman parkir, namun lantainya keramik. Ruang tersebut tidak juga kelihatan termasuk ke dalam ruang cuci di belakangnya. Di salah satu sisinya akhirnya dipakai sebagai tempat menaruh sepeda dan terkadang sebagai jemuran baju. Sesungguhnya pemandangan seperti itu mengganggu penghuni kos.
Selanjutnya saya menuju kamar saya yang berada di lantai 3 dengan menaiki tangga yang merupakan transisi sirkulasi antara ruang luar dan ruang dalam. Tangga tersebut terbuka dengan lantai keramik yang baik, akan tetapi yang kurang menyenangkan adalah setiap menaiki tangga tersebut, saya menjadi cepat lelah sebab tangga tersebut mempunyai anak tangga yang tidak beraturan tingginya dan tinggi yang paling umum lebih dari 20 cm. Anak-anak tangga tersebut terlalu tinggi jika dibandingkan dengan tinggi anak tangga ruang luar standar, yaitu sekitar 15 cm.
Setelah berhasil menaiki tangga dengan susah payah, saya menyusuri koridor terbuka di lantai 2, naik tangga menuju lantai 3 dan berjalan melewati pintu-pintu kamar kos yang lain, dan dengan kembali menyusuri koridor, saya sampai juga di  depan kamar. Setelah mempersiapkan diri untuk esok hari, saya kemudian beristirahat untuk kembali beraktivitas esok hari.
Saat pagi tiba, saya keluar dari pintu kamar, tentu saja dengan memandang dinding ruang bersama yang masih polos dan mengamati railing dengan motif bunga di depan kamar saya terkena tetes-tetes air yang jatuh dari langit. Ketika saya berkelok ke kanan untuk menuju kamar mandi, saya tiba-tiba merasakan menahan berat yang tak seimbang, lalu bersyukur pada akhirnya saat tangan saya dapat meraih ujung railing dan mengembalikan posisi saya seperti semula. Apa yang terjadi sebenarnya? Sandal saya yang permukaannya tidak cukup kesat nampaknya beradu  dengan lantai koridor keramik yang permukaannya licin ditambah basah karena luapan air hujan. Atap di atas bangunan ini memang kurang lebar overstek-nya sehingga selalu terjadi tampias saat hujan datang. Jika hujan tiba, ada satu lagi yang patut diwaspadai yaitu udara yang membuat bulu kuduk bergetar karena kedinginan. Karena semua koridor-koridor terbuka maka saat keluar kamar, angin luar langsung bersentuhan dengan kulit tanpa ada perantara.
Kemudian, saya bermaksud mengerjakan tugas pengantar lansekap di ruang bersama agar inspirasinya lebih mudah mengalir. Maka dari kamar mandi saya berjalan melewati pintu kamar saya, berbelok ke kanan dan sampai ke ruang bersama yang berada di lantai 3. Selain ruang ini, ada satu ruang bersama lagi persis di bawahnya. Sementara itu bagian dasar ruang bersama hanya ditopang oleh empat kolom yang menyatu dengan area parkir di lantai dasar. Ruang ini dengan dua pintu dan dua jendela yang langsung berhadapan dengan ruang luar sehingga dapat dikatakan ruang semi terbuka. Sayangnya karena pemandangan di sana hanya terbatas pada atap dan area parkir di bawah sementara dindingnya hanya bisu dengan lubang-lubang di kedua pintu dan jendelanya, saya merasa mengerjakan tugas di sini ternyata bukan pilihan tepat. Apalagi ditambah suara kendaraan bermotor yang bising dan asapnya yang membuat polusi udara. Lalu pandangan saya beralih ke atas lantai 3. Di sayap kiri ada ruang jemur dan reservoir air, sementara di atas lantai 3 pada sayap kanan yang terlihat hanya reservoir air dan menyisakan ruang mati.
Saya membayangkan andai saja suatu hari nanti di atas lantai 3 sayap kanan tersebut ada taman di atas atap yang dapat dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas, merenung, menulis puisi atau bercengkrama dengan teman kos di akhir minggu sambil membuat jagung dan sosis bakar dengan alat BBQ. Kami duduk-duduk di kursi taman plastik sambil melihat indahnya kota Bandung dari kejauhan. Walau hanya ditanami rumput, taman atap tersebut diberi pot- pot tanaman yang indah-indah, yang saat ini sebenarnya berada di depan pagar rumah kos.
Dan ketika turun dari taman atap saat hujan tiba, saya tidak merasa khawatir berjalan di koridor sebab koridor tersebut lantainya tidak lagi terbuat dari keramik, melainkan dari batu-batu koral kesat yang disusun menjadi pola yang sama indahnya dengan lantai sebelumnya. Railing-railingnya tidak hanya menggunakan motif floral, tetapi tumbuhan merambat semacam Scindapsus benar-benar menempel pada logam-logamnya menjadikan suasana menjadi lebih ‘hidup’. Selain itu, pot-pot kecil seperti yang saat ini terdapat di dekat pagar masuk, tergantung berjajar sepanjang koridor sehingga ketika menatap sedikit ke atas saya dapat memandang barisan pot-pot dengan tumbuhan mungil nan cantik di dalamnya. Pot-pot gantung tersebut juga berfungsi untuk mengurangi tampias air hujan dan menghalangi pandangan dari bawah ke koridor di lantai atas.
Selain itu, sepanjang koridor ada baiknya diberi tirai bambu untuk memisahkan ruang luar dengan koridor dan agar privasi lebih terjaga dan sebagai filter terhadap sinar matahari sore, air hujan maupun udara malam yang dingin. Tirai ini tetap memberikan transparansi dan ‘blur effect’ ke ruang luar. Masuknya cahaya melalui celah antar susunan bilah bambu yang tipis menghasilkan bayangan berstektur pada dinding. Tirai bambu tersebut dapat dibuka tutup sesuai dengan keinginan.
Ruang bersama yang tadinya monoton akan sangat indah jika diberi taman vertikal pada bagian luarnya. Dengan begitu akan dapat ditekankan bahwa ruang bersama merupakan pusat kegiatan dan sisi bangunan paling menarik dan utama. Permukaan seluruh fasade di dua lantai ruang bersama tersebut ditutup oleh tanaman cascade Vernonia sp. Yang menjulur tumbuh ke bawah dan hanya menyisakan bagian terbuka di bagian-bagian lubang seperti pintu dan jendela. Rangka yang membentuk penyangga tanaman gantung dibuat dari besi hollow yang mengelilingi struktur dinding. Struktur horizontal dibuat lebih rapat  dan kuat konstruksinya karena berfungsi sebagai pijakan untuk pemeliharaan tanaman, sementara itu struktur horizontal berguna sebagai penahan agar sulur yang menjuntai terlihat rata dan teratur. Planter box yang terbuat dari fiber glass dan berisi campuran tanah ringan terletak di dasar lantai 2 dan disangga dengan rangka besi yang ditempel rapat ke bangunan. Titik tanam yang sangat rapat menghasilkan tanaman gantung tebal yang menutupi fasade. Sementara itu untuk memudahkan perawatan, sistem irigasi dibuat dengan sistem drip yang disalurkan dari saluran plaron yang terinstalasi secara merata pada planter box. Taman vertikal ini bermanfaat untuk menurunkan suhu termal pada bangunan. Dedaunannya dapat mereduksi efek panas karena radiasi sinar matahari. Kabar baik lainnya adalah suara bising kendaraan dari area parkir di lantai dasar dan polusi kendaraannya dapat diredam dengan baik oleh taman vertikal ini serta secara visual taman tersebut dapat membuat ruang bersama yang monoton tampak lebih ‘hidup’ dan segar untuk memompa semangat penghuni kos yang sedang mengerjakan tugas, makan atau mengobrol di dalamnya.
                        Dari ruang bersama, melewati railing dengan rambatan Scindapsus, menuruni tangga hingga lantai dasar terasa sangat menyenangkan. Belum lagi jika ruang tak terdefinisi yang dahulu dipakai sebagai tempat jemuran handuk ataupun tempat sepeda pada lantai dasar diubah menjadi taman kecil yang asri. Tumbuhan yang ditanam di taman tersebut memang tidak bisa terlalu tinggi, hanya sejenis Heliconia yang punya daun mirip daun pisang dan Bromelia - si epifit centil yang berwarna warni serta satu-dua jenis perdu lain mampu menambah motivasi untuk berkegiatan di awal hari.
                       Lalu berlanjut melewati jalan setapak ke arah pagar dan berharap akan menemui taman lagi yang lebih luas sedikit daripada taman sebelumnya. Jika melihat dari arah pintu masuk (Gambar 12 ), pot bunga di sebelah kanan telah digantikan oleh taman lengkap dengan tumbuhan, kursi taman sebagai pengganti kursi tamu dan lampu taman. Lampu taman dapat dibuat berbentuk adat Bali seperti yang terdapat pada dinding di atas pagar (Gambar 12 B). Sementara itu, tanaman yang berada di tempat tersebut adalah pohon bambu yang dengan karakter tumbuhnya yang vertikal sangat serasi untuk menyiasati area taman yang memanjang dan terbatas lahannya. Taman yang berkesan lebih vertikal ini mampu memanfaatkan bidang vertikal sepanjang dinding pagar. (Gambar 12 B  ) Alangkah baiknya jika taman ini menjadi pintu keluar –masuk bagi pejalan kaki untuk memasuki bangunan kos. Caranya adalah dengan memindahkan pagar yang ‘tidak terpakai’ di samping pagar utama, ‘memindahkan’ ke bagian sebelah kanan (dilihat dari pintu masuk) dan menambahkan bebatuan yang berturut-turut sebagai alas untuk injakan kaki, dari ujung taman yang satu hingga ujung yang lain. Sebagai pemais dapat ditambahkan Bromelia dengan warna merah muda, kuning, merah tua, ungu-hijau yang bersatu dengan hijaunya daun Bromelia. Heliconia juga dapat menarik, apalagi dipadukan dengan semak perdu lain.
                     Sementara itu, pada sisi kiri (dilihat dari pintu masuk ke bangunan), kolam hendaknya dihilangkan saja agar tidak menimbulkan penyakit dan pada sisinya, termasuk pada bagian yang sebelumnya banyak pot kecil, dibuat taman dengan rumput sebagai ‘alasnya’. Lalu tanaman cantik dalam pot digantung pada plat lantai 2, atau dapat juga dibuat struktur rangka kayu untuk media menggantung pot-pot tersebut. Tanaman yang digantung, selain dari tanaman pot yang sudah ada sebelumnya, dapat juga ditambahkan anggrek-anggrek dengan karbonnya. Pada bagian menempel dinding dapat ditambah Plumeria atau lebih dikenal dengan nama pohon Kamboja di area pojok. Pada sisi yang dekat dengan pagar dapat ditanami tanaman palem kipas atau Traveler Palm yang ‘heboh’ dan sisi dinding yang terletak di pojok ditanami dengan tanaman vertikal Hurricane Palm untuk mengimbangi kesan vertikal dinding. Perdu yang cocok ditambahkan adalah Crane Lilly dan Agave. Agave cocok ditanam mengikuti jalan untuk membatasi antara jalan mobil dengan area taman. Crane Lily digunakan sebagai pembatas antara teras rumah dengan taman depan.
Taman ini sengaja didesain lebih heterogen dari taman lain karena juga berfungsi sebagai welcoming area. Selain itu, karena taman ini terletak di depan yang banyak bersentuhan dengan arsitektur bergaya Bali yang dekat dengan tropis maka tumbuhan-tumbuhan yang telah disebutkan tadi cocok untuk berada di taman ini.
                        Lansekap bergaya Bali yang berciri khas batu bata, batu paras, tumbuhan tropis seperti pakis, kembang sepatu, anggrek, kamboja, semak dan perdu berwarna warni seperti heliconia serta bromelia sebagai penutup tanah dengan batu alam dan patung sebagai pelengkap diharapkan terasa kehadirannya pada taman-taman di sekitar bangunan kos ini, walaupun taman-taman  tersebut terletak di area yang tidak terlalu luas.
                      Tidak kalah penting, ada baiknya pagar yang sudah ada diganti dengan pagar yang lebih pendek agar lingkungan sekitar juga dapat merasakan indahnya taman ini walau hanya dari balik pagar. Lalu sirkulasi jalan masuk akan lebih baik jika dipisahkan antara kendaraan dan manusia. Pedestrian dapat masuk ke dalam lahan kos dengan melewati taman yang berisi bambu.
Satu lagi untuk sentuhan akhir, akan lebih mempesona jika ada bunyi kicauan burung yang menyapa tiap pagi dan sore hari. Alangkah baiknya jika sangkar burung dan burungnya ditempatkan digantung pada area transisi antara taman tropis dan teras.
 


Kepustakaan: Baliandtourism.blogspot.com,desainlansekap.wordpress.com, Majalah griya asri vol 9 no 4, 5 & 9.serial rumah arsitektur: kayu & aplikasinya, Kompasiana.com, Ideaonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar