Kali ini,
seperti biasanya, saya turun dari angkutan berwarna ungu. Setelah membayar
ongkos, menapaki jalan kecil hingga sampai pada sebuah rumah di pojok- biasa
disebut tusuk sate- di sebelah toko kelontong. Sampai pada pagar yang tingginya
sekitar duapertiga meter lebihnya dari tinggi badan saya, saya membuka pintu
pagar besar tersebut, yang sebenarnya terlalu besar untuk pagar pedestrian. Ini
pagar mobil sejati. Untung saja pagar tersebut bermotif floral dengan bahan
metal yang tipis sehingga agak terkesan ringan. Di dalam pagar, di sebelah
kanan dapat dilihat pot-pot tanaman yang cukup besar berisi tanaman-tanaman.
Terkadang bosan juga melihat tanaman-tanaman dengan potnya yang hitam monoton
itu ada di sana. Kabar agak baiknya, kadang-kadang tanaman itu
diganti dengan tanaman-tanaman baru. Hanya saja ini berlangsung kira-kira satu
tahun -pot sekali. Di sebelah kiri, ada pot-pot tanaman yang lebih banyak,
namun pot-pot tersebut jauh lebih kecil dengan tanaman-tanaman perdu beraneka
ragam. Entah apa saja namanya. Jika diteliti lebih lanjut, di balik pot-pot kecil
tersebut sebenarnya terdapat kolam kecil. Tapi sayang, agaknya pengurus kos
terlampau sibuk sehingga kolam tersebut sudah berwarna kecoklatan dan bahkan
sedikit berlumut. Aromanya pun sebenarnya tidak sedap. Sejenak saya berpikir,
bahaya juga mempunyai kolam tak terawat seperti itu di kala musim hujan.
Nyamuk-nyamuk aedes aegpty bisa jadi senang bertelur di dalamnya. Sungguh
membawa bibit penyakit.
Lalu saya
meneruskan berjalan ke depan sambil menunduk, menatap lantai berupa batu-batu
koral yang dipadukan dengan keramik yang membentuk pola bunga. Di kanan kiri
ada dinding batu bata yang seolah menyambut kedatangan saya. Pada dinding
sebelah kanan menempel kursi-kursi rotan yang telah usang dimakan waktu, tetapi
masih kokoh. Kursi-kursi tersebut sering digunakanduduk-duduk bagi tamu yang
datang. Sementara pada dinding sebelah kiri menempel sebuah teras dengan
kolom-kolomnya yang terdapat ukiran-ukiran motif floral dan sepasang patung
kecil yang berada diantara pintu. Ya, dinding tersebut memang
berpintu. Di dalamnya ada tempat istirahat pemilik kos jika sewaktu-waktu
sedang berkunjung. Kesatuan kolom ukir floral, lantai, pagar, bahkan railing
(di lantai 2 & 3) dengan motif senada, patung dan dinding bata merah, mengingatkan
saya pada sebuah gaya arsitektur nusantara. Elemen-elemen tersebut sering
terdapat pada taman dan rumah khas Bali. Ternyata sang ibu pemilik kos yang
berasal dari Minang itu menyukai seni arsitektur Bali.
Sebenarnya kita
bisa merasa nyaman berada di teras tersebut sebab di lantai 2 dari teras
tersebut terdapat kamar. Hal tersebut membuat kita dapat merasakan skala intim
dari ruang semi luar yang terdefinisi dari dinding bata dan plafon yang
menempel pada lantai 2. Ruang ini sangat baik untuk bangunan yang berada di
iklim tropis karena kita dapat merasakan semilirnya angin dan sekaligus
terlindungi dari panas maupun hujan. Memang terkadang terkena tampias jika
hujannya lebat, namun tak seberapa berarti. Jika berjalan lurus lagi, lantai
hardscape telah berbeda dari sebelumnya, digunakan sebagai tempat parkir berada
di tengah, diantara bangunan. Di sebelah kanan terdapat ruangan yang tidak
terdefinisi. Ruang tersebut seperti bagian dari halaman parkir, namun lantainya
keramik. Ruang tersebut tidak juga kelihatan termasuk ke dalam ruang cuci di
belakangnya. Di salah satu sisinya akhirnya dipakai sebagai tempat menaruh
sepeda dan terkadang sebagai jemuran baju. Sesungguhnya pemandangan seperti itu
mengganggu penghuni kos.
Selanjutnya
saya menuju kamar saya yang berada di lantai 3 dengan menaiki tangga yang
merupakan transisi sirkulasi antara ruang luar dan ruang dalam. Tangga tersebut
terbuka dengan lantai keramik yang baik, akan tetapi yang kurang menyenangkan
adalah setiap menaiki tangga tersebut, saya menjadi cepat lelah sebab tangga
tersebut mempunyai anak tangga yang tidak beraturan tingginya dan tinggi yang
paling umum lebih dari 20 cm. Anak-anak tangga tersebut terlalu tinggi jika
dibandingkan dengan tinggi anak tangga ruang luar standar, yaitu sekitar 15 cm.
Setelah
berhasil menaiki tangga dengan susah payah, saya menyusuri koridor terbuka di
lantai 2, naik tangga menuju lantai 3 dan berjalan melewati pintu-pintu kamar
kos yang lain, dan dengan kembali menyusuri koridor, saya sampai juga di depan kamar. Setelah mempersiapkan diri untuk
esok hari, saya kemudian beristirahat untuk kembali beraktivitas esok hari.
Saat pagi tiba,
saya keluar dari pintu kamar, tentu saja dengan memandang dinding ruang bersama
yang masih polos dan mengamati railing dengan motif bunga di depan kamar saya
terkena tetes-tetes air yang jatuh dari langit. Ketika saya berkelok ke kanan
untuk menuju kamar mandi, saya tiba-tiba merasakan menahan berat yang tak seimbang,
lalu bersyukur pada akhirnya saat tangan saya dapat meraih ujung railing dan
mengembalikan posisi saya seperti semula. Apa yang terjadi sebenarnya? Sandal
saya yang permukaannya tidak cukup kesat nampaknya beradu dengan lantai koridor keramik yang
permukaannya licin ditambah basah karena luapan air hujan. Atap di atas
bangunan ini memang kurang lebar overstek-nya sehingga selalu terjadi tampias
saat hujan datang. Jika hujan tiba, ada satu lagi yang patut diwaspadai yaitu
udara yang membuat bulu kuduk bergetar karena kedinginan. Karena semua
koridor-koridor terbuka maka saat keluar kamar, angin luar langsung bersentuhan
dengan kulit tanpa ada perantara.
Kemudian, saya
bermaksud mengerjakan tugas pengantar lansekap di ruang bersama agar
inspirasinya lebih mudah mengalir. Maka dari kamar mandi saya berjalan melewati
pintu kamar saya, berbelok ke kanan dan sampai ke ruang bersama yang berada di
lantai 3. Selain ruang ini, ada satu ruang bersama lagi persis di bawahnya.
Sementara itu bagian dasar ruang bersama hanya ditopang oleh empat kolom yang
menyatu dengan area parkir di lantai dasar. Ruang ini dengan dua pintu dan dua
jendela yang langsung berhadapan dengan ruang luar sehingga dapat dikatakan
ruang semi terbuka. Sayangnya karena pemandangan di sana hanya terbatas pada
atap dan area parkir di bawah sementara dindingnya hanya bisu dengan
lubang-lubang di kedua pintu dan jendelanya, saya merasa mengerjakan tugas di
sini ternyata bukan pilihan tepat. Apalagi ditambah suara kendaraan bermotor
yang bising dan asapnya yang membuat polusi udara. Lalu pandangan saya beralih
ke atas lantai 3. Di sayap kiri ada ruang jemur dan reservoir air, sementara di
atas lantai 3 pada sayap kanan yang terlihat hanya reservoir air dan menyisakan
ruang mati.
Saya
membayangkan andai saja suatu hari nanti di atas lantai 3 sayap kanan tersebut
ada taman di atas atap yang dapat dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas,
merenung, menulis puisi atau bercengkrama dengan teman kos di akhir minggu
sambil membuat jagung dan sosis bakar dengan alat BBQ. Kami duduk-duduk di
kursi taman plastik sambil melihat indahnya kota Bandung dari kejauhan. Walau
hanya ditanami rumput, taman atap tersebut diberi pot- pot tanaman yang
indah-indah, yang saat ini sebenarnya berada di depan pagar rumah kos.
Dan ketika
turun dari taman atap saat hujan tiba, saya tidak merasa khawatir berjalan di
koridor sebab koridor tersebut lantainya tidak lagi terbuat dari keramik, melainkan
dari batu-batu koral kesat yang disusun menjadi pola yang sama indahnya dengan
lantai sebelumnya. Railing-railingnya tidak hanya menggunakan motif floral,
tetapi tumbuhan merambat semacam Scindapsus benar-benar menempel pada
logam-logamnya menjadikan suasana menjadi lebih ‘hidup’. Selain itu, pot-pot
kecil seperti yang saat ini terdapat di dekat pagar masuk, tergantung berjajar
sepanjang koridor sehingga ketika menatap sedikit ke atas saya dapat memandang
barisan pot-pot dengan tumbuhan mungil nan cantik di dalamnya. Pot-pot gantung
tersebut juga berfungsi untuk mengurangi tampias air hujan dan menghalangi
pandangan dari bawah ke koridor di lantai atas.
Selain itu,
sepanjang koridor ada baiknya diberi tirai bambu untuk memisahkan ruang luar
dengan koridor dan agar privasi lebih terjaga dan sebagai filter terhadap sinar
matahari sore, air hujan maupun udara malam yang dingin. Tirai ini tetap
memberikan transparansi dan ‘blur effect’ ke ruang luar. Masuknya cahaya
melalui celah antar susunan bilah bambu yang tipis menghasilkan bayangan
berstektur pada dinding. Tirai bambu tersebut dapat dibuka tutup sesuai dengan
keinginan.
Ruang bersama
yang tadinya monoton akan sangat indah jika diberi taman vertikal pada bagian
luarnya. Dengan begitu akan dapat ditekankan bahwa ruang bersama merupakan
pusat kegiatan dan sisi bangunan paling menarik dan utama. Permukaan seluruh
fasade di dua lantai ruang bersama tersebut ditutup oleh tanaman cascade
Vernonia sp. Yang menjulur tumbuh ke bawah dan hanya menyisakan bagian terbuka
di bagian-bagian lubang seperti pintu dan jendela. Rangka yang membentuk
penyangga tanaman gantung dibuat dari besi hollow yang mengelilingi struktur
dinding. Struktur horizontal dibuat lebih rapat
dan kuat konstruksinya karena berfungsi sebagai pijakan untuk
pemeliharaan tanaman, sementara itu struktur horizontal berguna sebagai penahan
agar sulur yang menjuntai terlihat rata dan teratur. Planter box yang terbuat
dari fiber glass dan berisi campuran tanah ringan terletak di dasar lantai 2
dan disangga dengan rangka besi yang ditempel rapat ke bangunan. Titik tanam
yang sangat rapat menghasilkan tanaman gantung tebal yang menutupi fasade. Sementara
itu untuk memudahkan perawatan, sistem irigasi dibuat dengan sistem drip yang
disalurkan dari saluran plaron yang terinstalasi secara merata pada planter
box. Taman vertikal ini bermanfaat untuk menurunkan suhu termal pada bangunan.
Dedaunannya dapat mereduksi efek panas karena radiasi sinar matahari. Kabar
baik lainnya adalah suara bising kendaraan dari area parkir di lantai dasar dan
polusi kendaraannya dapat diredam dengan baik oleh taman vertikal ini serta
secara visual taman tersebut dapat membuat ruang bersama yang monoton tampak
lebih ‘hidup’ dan segar untuk memompa semangat penghuni kos yang sedang
mengerjakan tugas, makan atau mengobrol di dalamnya.
Dari ruang bersama, melewati railing
dengan rambatan Scindapsus, menuruni tangga hingga lantai dasar terasa sangat
menyenangkan. Belum lagi jika ruang tak terdefinisi yang dahulu dipakai sebagai
tempat jemuran handuk ataupun tempat sepeda pada lantai dasar diubah menjadi
taman kecil yang asri. Tumbuhan yang ditanam di taman tersebut memang tidak
bisa terlalu tinggi, hanya sejenis Heliconia yang punya daun mirip daun pisang
dan Bromelia - si epifit centil yang berwarna warni serta satu-dua jenis perdu
lain mampu menambah motivasi untuk berkegiatan di awal hari.
Lalu berlanjut melewati jalan
setapak ke arah pagar dan berharap akan menemui taman lagi yang lebih luas
sedikit daripada taman sebelumnya. Jika melihat dari arah pintu masuk (Gambar
12 ), pot bunga di sebelah kanan telah digantikan oleh taman lengkap dengan
tumbuhan, kursi taman sebagai pengganti kursi tamu dan lampu taman. Lampu taman
dapat dibuat berbentuk adat Bali seperti yang terdapat pada dinding di atas
pagar (Gambar 12 B). Sementara itu, tanaman yang berada di tempat tersebut
adalah pohon bambu yang dengan karakter tumbuhnya yang vertikal sangat serasi
untuk menyiasati area taman yang memanjang dan terbatas lahannya. Taman yang
berkesan lebih vertikal ini mampu memanfaatkan bidang vertikal sepanjang
dinding pagar. (Gambar 12 B ) Alangkah
baiknya jika taman ini menjadi pintu keluar –masuk bagi pejalan kaki untuk
memasuki bangunan kos. Caranya adalah dengan memindahkan pagar yang ‘tidak
terpakai’ di samping pagar utama, ‘memindahkan’ ke bagian sebelah kanan
(dilihat dari pintu masuk) dan menambahkan bebatuan yang berturut-turut sebagai
alas untuk injakan kaki, dari ujung taman yang satu hingga ujung yang lain.
Sebagai pemais dapat ditambahkan Bromelia dengan warna merah muda, kuning,
merah tua, ungu-hijau yang bersatu dengan hijaunya daun Bromelia. Heliconia
juga dapat menarik, apalagi dipadukan dengan semak perdu lain.
Sementara itu, pada sisi kiri
(dilihat dari pintu masuk ke bangunan), kolam hendaknya dihilangkan saja agar
tidak menimbulkan penyakit dan pada sisinya, termasuk pada bagian yang
sebelumnya banyak pot kecil, dibuat taman dengan rumput sebagai ‘alasnya’. Lalu
tanaman cantik dalam pot digantung pada plat lantai 2, atau dapat juga dibuat
struktur rangka kayu untuk media menggantung pot-pot tersebut. Tanaman yang
digantung, selain dari tanaman pot yang sudah ada sebelumnya, dapat juga ditambahkan
anggrek-anggrek dengan karbonnya. Pada bagian menempel dinding dapat ditambah
Plumeria atau lebih dikenal dengan nama pohon Kamboja di area pojok. Pada sisi
yang dekat dengan pagar dapat ditanami tanaman palem kipas atau Traveler Palm
yang ‘heboh’ dan sisi dinding yang terletak di pojok ditanami dengan tanaman
vertikal Hurricane Palm untuk mengimbangi kesan vertikal dinding. Perdu yang
cocok ditambahkan adalah Crane Lilly dan Agave. Agave cocok ditanam mengikuti
jalan untuk membatasi antara jalan mobil dengan area taman. Crane Lily
digunakan sebagai pembatas antara teras rumah dengan taman depan.
Taman ini sengaja didesain lebih
heterogen dari taman lain karena juga berfungsi sebagai welcoming area. Selain
itu, karena taman ini terletak di depan yang banyak bersentuhan dengan
arsitektur bergaya Bali yang dekat dengan tropis maka tumbuhan-tumbuhan yang
telah disebutkan tadi cocok untuk berada di taman ini.
Lansekap bergaya Bali yang
berciri khas batu bata, batu paras, tumbuhan tropis seperti pakis, kembang
sepatu, anggrek, kamboja, semak dan perdu berwarna warni seperti heliconia
serta bromelia sebagai penutup tanah dengan batu alam dan patung sebagai
pelengkap diharapkan terasa kehadirannya pada taman-taman di sekitar bangunan
kos ini, walaupun taman-taman tersebut
terletak di area yang tidak terlalu luas.
Tidak kalah penting, ada baiknya pagar
yang sudah ada diganti dengan pagar yang lebih pendek agar lingkungan sekitar
juga dapat merasakan indahnya taman ini walau hanya dari balik pagar. Lalu
sirkulasi jalan masuk akan lebih baik jika dipisahkan antara kendaraan dan
manusia. Pedestrian dapat masuk ke dalam lahan kos dengan melewati taman yang
berisi bambu.
Satu lagi untuk sentuhan akhir,
akan lebih mempesona jika ada bunyi kicauan burung yang menyapa tiap pagi dan
sore hari. Alangkah baiknya jika sangkar burung dan burungnya ditempatkan
digantung pada area transisi antara taman tropis dan teras.
Kepustakaan:
Baliandtourism.blogspot.com,desainlansekap.wordpress.com, Majalah griya asri
vol 9 no 4, 5 & 9.serial rumah arsitektur: kayu & aplikasinya,
Kompasiana.com, Ideaonline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar